Selasa, 20 April 2010

Siklus Matahari Adalah Keajaiban Alam

Matahari dalam perjalanan evolusi sebagai bintang menunjukkan sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer, korona) maupun lapisan dalam.
Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.



Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbit mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan, matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai periode siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena itu bahkan sudah diketahui para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metode yang digunakan sangat sederhana, yaitu menghitung bintik secara rutin setiap hari.

Galileo Galilei membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah membuat teleskop tahun 1610, salah satu benda langit yang jadi sasaran pengamatan dia adalah matahari. Dia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik di suatu kelompok berubah. Begitu pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Galileo Galilei

Namun Galileo tak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu dia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang jadi bagian dari evolusi matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus. Entah kebetulan atau tidak, pada tahun 1645-1715 pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi “tidak aktif” itu disebut mauder minimum. Itu pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun menbeku dan salju menutupi berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es itu pernah terjadi jauh pada masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali pada masa datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki itu.

Observatorium Zurich

Pengamatan terhadap matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium itu menjadi pelopor pengamatan matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun itu akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti siklus dengan periode 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan para peneliti saat ini. Entah untuk memahami fisika matahari atau mengaji pengaruhnya terhadap lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi yang lebih populer disebut cuaca antariksa.

Seabad kemudian, tahun 1849, Royal Greenwich Observatory, Inggris, memulai pengamatan matahari secara rutin. Jadi data dari kedua observatorium itu saling melengkapi. Terkadang sebuah observatorium tak mungkin mengamati karena kondisi cuaca atau teleskop dalam perawatan.


Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu hingga kini masih jadi topik penelitian menarik. Dari berbagai studi terungkap, pembangkitan siklus itu berkait dengan proses internal matahari. Terjadi di suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Ketebalan lapisan konvektif sekitar 30 dari jari-jari matahari. Namun lapisan itu berperan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan inti matahari sebelum dipancarkan keluar fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori Dinamo Matahari. Seorang pakar bidang ini, Prof Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D dengan komputer.

Begitu ketat menjaga kerahasiaan penelitian, laboratorium tempat dia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratorium itu ketika mengambil program doktor.

National Astronomical Observatory of Japan

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan ada siklus 55 tahun berdasar hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasikan melalui analisis observasi bintik menggunakan data  National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang tertuang dalam tesis doktor Kambry diekspose koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam simposium astronomi di Jepang, 13 tahun silam. Penulis : Emi Rahmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar